Selain faktor arogan, alasan Steve Jobs memilih Walter Isaacson adalah karena Isaacson sanggup membuat banyak orang bicara dengan jujur. Ya, di luar kebiasaannya yang suka mengatur, kali ini Steve Jobs benar-benar membebaskan Isaacson untuk menulis tentang dirinya dengan apa adanya, tanpa sensor (seperti review ini).
Dan bagaimana hasilnya? Wawancara intensif Isaacson dengan ratusan orang yang bersinggungan di kehidupan Jobs, ditambah lagi pertemuannya dengan Jobs selama lebih dari empat puluh kali, menghasilkan sebuah buku setebal 742 halaman (versi Bahasa Indonesia) dengan tingkat kecermatan yang tinggi.
Buat para hipster atau fanboy Apple yang alergi dengan tulisan panjang sangat nggak disarankan untuk membaca buku ini. Cara paling mudah untuk mengetahui kehidupan Steve Jobs tentu dengan menonton "Pirates of Silicon Valley". Sebuah film yang mengisahkan persaingan Apple dan Microsoft, tapi porsi tentang Steve Jobs cukup banyak dan isinya nggak beda jauh dengan buku susunan Walter Isaacson ini. Tapi kalo lo beneran pengen masuk lebih dalam lagi ke kehidupan Steve Jobs, buku ini sangat gue rekomendasikan. Walaupun lo harus menyediakan waktu luang yang cukup banyak (gue ngabisin waktu ampe dua bulan).
Seperti yang disebutkan di atas kalo gue beli yang versi Bahasa Indonesia--karena alasan ekonomis--dan gue pikir puyeng juga baca buku bahasa Inggris yang tebelnya nyaingin bedak Syahrini ini. Tentu ada resiko penerjemahan yang kadang-kadang ngaco. Makanya, sebelum beli gue cek dulu, apakah terjemahannya ada yang ganjil nggak. Hampir keseluruhan terjemahan yang dibuat penerbit Bentang ini gue nilai baik, cuma ada sedikit bagian yang sepertinya diterjemahkan langsung sehingga kurang ngena. Jadinya nggak sempurna deh (dengan gaya perfeksionis ngehek ala Steve Jobs :P )
Oke kembali ke isi buku Steve Jobs. Seberapa detailkah buku ini? Untungnya--gak seperti kehidupan gue--kisah kehidupan Steve Jobs udah menarik untuk diceritakan bahkan dari saat dia lahir. Seperti yang banyak diketahui, kalau Steve Jobs lahir di luar nikah dari pasangan Abdulfattah Jandali yang berasal dari Suriah dan Joanne Schieble. Ia lalu diadopsi oleh Paul dan Clara Jobs. Mereka ini bukan orang kaya, tapi berusaha keras supaya Steve Jobs bisa kuliah, sebuah persyaratan yang diberikan Joanne sebelum menyerahkan anaknya untuk diadopsi.
Di bab-bab awal diceritakan masa-masa pencarian jati diri Steve jobs nggak jelas. Dia suka make LSD, sampai akhirnya mengembara mencari pencerahan ke India. Dua pertiga bagian terakhir buku berkisah tentang pekerjaannya, karena kehidupan Steve Jobs sebagian besar memang dihabiskan untuk bekerja membangun bisnisnya. Bahkan dikisahkan, sewaktu dia sakit kanker pun, Steve Jobs cuma sanggup beristirahat sebentar bersama keluarga. Gairah hidupnya menyala lagi waktu ia mengurus kembali perusahaan yang begitu ia cintai, Apple.
Ingat kampanye "Think Different" Apple, yang menampilkan tokoh-tokoh pengubah dunia? Somehow, gue yakin Steve Jobs ingin dirinya sendiri ditampilkan di sana. Dan mungkin sebagian orang merasa memang cocok. Tapi dari buku ini terlihat bagaimana Steve Jobs mungkin terlalu kontroversial untuk disejajarkan dengan Einstein, Gandhi, Martin Luther King Jr, dan lain-lain. Namun bisa saja--seiring waktu--dunia akan memaafkan Steve Jobs yang berego besar, temperamental, sedikit gila, dan melihatnya sebagai seorang jenius yang berhasil mengubah dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar