Minggu, Desember 26, 2010

Buried: Bukan Buat Yang Berhati Hollywood

Buried ini salah satu jenis film nyentrik yang bukan untuk semua orang. Kalo nonton di bioskop, pastikan penonton lain cukup beradab sehingga mereka nggak mengeluarkan suara2 sumbang yang mengganggu. Sehari sebelum gue nonton, temen gue mengalaminya. Penonton di sebelahnya berisik mengeluhkan cerita yang terlalu ajaib buat mereka. Dan esoknya, kejadian serupa pun menimpa gue. Kali ini rombongan keluarga yang duduk di atas gue. Dari awal udah berisik nggak jelas dan di ujung film ada yang nyeletuk, “Tuh kan, mendingan juga nonton Gulliver’s Travels!”
Gue nggak akan memberi terlalu banyak info soal film ini karena akan merusak kenikmatan menonton. Yang jelas ini salah satu film yang berhasil menjaga ketegangan dari awal sampai akhir, selama 90 menit. Pesan dari gue cuma satu: nikmati saja ceritanya dan tentunya akting prima Ryan Reynolds.

Minggu, Mei 09, 2010

Pangkep 33: Salam 33 Jari!

Setelah membaca review Pangkep 33 di internet, gue mengalami kesulitan tidur karena terus membayangkan nikmatnya makan seafood di sana.

Akhirnya, kesempatan itu tiba juga. Berawal dari kepergian gue dan bokap-nyokap ke Mangga Dua. Mereka mo beli kaos sedangkan gue nyari DVD film dan software. Tadinya, abis dari Mangdu kita mau makan siang ke restoran steak baru milik salah satu kerabat di daerah Cinere. Nah, berhubung waktu kunjungan di Mangdu yang molor ampe jam 12 lewat dan naga di perut ini udah susah berkompromi, akhirnya gue berinisiatif untuk ngajak bonyok nyobain Pangkep 33, yang lokasinya ga jauh dari Mangdu, tepatnya di Jl. Batu Ceper no.63.

Sabtu, April 24, 2010

Perahu Kertas: How Pop Can You Go?

Terus terang pertama kali gue tergerak untuk membaca Perahu Kertas - novelnya Dewi Lestari - adalah karena gue dengar ceritanya nyerempet2 dunia periklanan. Ya, gue tahu di dalamnya ada kisah cinta antara 2 tokoh, Kugy dan Keenan yang sama2 berkepribadian nyentrik. Tapi gue nggak nyangka juga kalo novel ini adalah sebuah roman sejati, lengkap dengan sengala ke-"menye-menyean"-nya.

Kekhawatiran akan kegalauan Perahu Kertas gue rasakan setelah membaca lebih dari 1/4 isi buku. Gue pengen berhenti, tapi entah kenapa ga bisa (damn you, Dee!). Gue udah terseret ke dalam adiksi yang bisa disamakan dengan betahnya anak2 4L4Y menonton sinetron. Ingatan gue langsung ke masa2 "guilty pleasure" di Bandung, yaitu mantengin VCD Meteor Garden bareng anak2 kontrakan, lalu "Kuch Kuch Hotta Hai", "Titanic", oops, i think i should stop now.


Misfits Singalong Concert

Punk emang sebuah konsep yang absurd. Lihatlah pemakaman Malcolm McLaren yang gokil. Sayang gue ga bisa ke sana. Tapi di konser Misfits tanggal 10 April yang lalu, gue hadir menjadi saksi bagaimana Punk sekali lagi berhasil menjungkirbalikkan sebuah kelaziman, kali ini dalam hal standar konser musik.

Udah diketahui umum bahwa konser musik Punk pasti sound-nya ancur. Jadi ga usah protes kalo lo ga bisa bedain nada2 yang dimainkan Misfits malam itu. Tapi yang bikin takjub adalah reaksi orang2 terhadap "sampah" itu: mereka (termasuk gue) berjoget, moshing, dan yang terpenting-ber-singalong sepanjang konser! Intinya, gemuruh alias noise yang berasal dari instrumen2 musik Misfits ga cukup untuk mencegah penonton bersuka ria dalam persaudaraan Punk!

Minggu, Februari 28, 2010

The Wolfman: Auuuwww...auwww...ouchh...

Ketika tau kalo film The Wolfman dibintangi Anthony Hopkins dan Benicio Del Toro, gue sangat antusias pengen nonton. Apalagi cerita tentang werewolf masih terdengar seksi, walau udah ribuan judul dibuat dengan tema ini. Sutradaranya (Joe Johnston) emang gue kagak tau, tapi what the hell lah, standar sutradara ga terkenal Hollywood ama di sini kan beda :) .

The Wolfman yang bersetting Inggris di tahun 1800-an ini mempunyai gambar2 yang cantik. Bener deh, setting, kostum, grading, sinematografi, semuanya tanpa cela. Efek visual sang werewolf juga cukup mantap. Beda lah dengan film2 jaman dulu yang transformasi werewolf-nya kasar. Oya, katanya ini remake dari film berjudul sama yang dibuat tahun 1941. Walaupun belum liat versi aslinya, tapi gue yakin kalo The Wolfman versi sekarang ini jauh lebih baik secara artistik.

Sabtu, Februari 27, 2010

Jimmy "The Rev" Sullivan: Sebuah Tribut

Kabar bagus ketika tadi gue iseng nengok website Avengedsevenfold.com. Katanya A7X baru selesai rekaman track drum dengan Mike Portnoy! Mike adalah drummer favorit almarhum Jimmy "The Rev" Sullivan yang wafat 28 Desember 2009. Ini adalah sebuah kejutan hebat dan penghormatan besar buat Jimmy. Tapi kalo dipikir2 lagi, emang ga ada drummer yang menandingi kehebatan Jimmy selain Mike Portnoy.