Apa sih yang bikin serial Mad Men begitu nyandu hingga gue menamatkan Season 1 hanya dalam 3 malam? Apa karena ceritanya seputar dunia periklanan yang adalah kehidupan gue juga? Apa karena ide-ide kampanyenya keren-keren dan beberapa bisa gue colong? Apa karena aktrisnya yang kece-kece dan semlohai? Apa karena serial itu mengandung unsur subliminal advertising? Ya, ya, semua elemen tersebut turut berkontribusi, tapi yang menjadi magnet paling kuat adalah settingnya, yaitu Amerika di tahun 1960-an.
Seperti yang you-you tau, udah banyak film/serial TV yang berlatar belakang dunia periklanan. Tapi (setau gue) blom ada yang mengambil setting Amerika (New York) tahun 1960-an - yang buat mereka yang terlibat di iklan - adalah masa keemasan periklanan dan New York menjadi pusatnya, terutama di jalan Madison Avenue. (Judul "Mad Men" selain berarti "orang gila", adalah kependekan dari "MADison avenue Men". Jenius.)
Di tahun 1960-an, Amerika sedang makmur-makmurnya, sebagai puncak dari pembangunan ekonomi selepas kehancuran di Perang Dunia II. Dan tentu saja, ekonomi yang bergairah adalah lahan subur bagi periklanan. Ditambah lagi, terjadi pergeseran cara pandang secara menyeluruh di masyarakat dari konservatif ke arah yang lebih liberal. Penandanya adalah kejayaan Partai Demokrat dan perubahan di dunia seni yang lebih bebas. Bahkan Rock N Roll pun mencapai kejayaannya di masa ini.
Di dunia iklan sendiri, sedang terjadi revolusi besar-besaran. DDB yang dimotori Bill Bernbach memaksimalkan kreatifitas timnya dengan membuat sistem kerjasama yang setara antara art director dan copywriter untuk menyatukan kekuatan dua cara berpikir, visual dan verbal. Sebelumnya, yang memegang kendali adalah copywriter sedangkan art director menjadi tukang untuk menjadikan iklan tersebut kelihatan "cantik". Kerjasama yang intens antara seni visual dan sastra pada akhirnya membuat karya iklan yang kuat secara konsep, insightful (manusiawi), kreatif, dan tentu saja lebih menjual, tanpa harus melacur (hard sell).
Okeh...kembali serial Mad Men. Serial TV yang menyabet Golden Globe Award 2008 dan 2009 untuk kategori Drama ini berputar di sekitar kehidupan Don Draper, seorang creative director di agency Sterling Cooper. Ia mempunyai masa lalu yang kelam dan kemudian menjadikannya pribadi yang tertutup tapi pintar mengamati perilaku manusia sehingga bisa dengan mudah menghasilkan konsep iklan yang dekat dengan kehidupan targetnya. (Kalo istilah iklannya, insightful). Plus, ia sangat persuasif dalam presentasi dengan klien sehingga bisa meyakinkan mereka yang tadinya ragu-ragu. Maka nggak heran kalo kariernya makin melejit.
Para pemeran pendukung Mad Men juga nggak kalah menarik. Ada Salvatore-art director keturunan Italia yang juga seorang gay in the closet, Paul Kinsey-copywriter yang bermulut ember, Peggy Olson- sekretaris yang bertransformasi jadi copywriter, Pete Campbell-account executive yang super ambisius, Ken Cosgrove-accont executive yang ternyata jago nulis dan dicemburui rekan-rekan kerjanya, Joan-kepala sekretaris yang super duper sexy, Roger Sterling-owner yang udah berumur tapi doyan main perempuan, Bertram Cooper-owner yang tergila-gila dengan kebudayaan Jepang, dll.
Walaupun kelihatan berberapa hal dibesar-besarkan (gue baru kali ini ngeliat meeting tim kreatif yang super singkat), serial ini cukup akurat dan masuk akal. Bahkan, beberapa karya iklannya benar-benar bagus dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Wardrobe, setting, sinematografi, musik, semuanya nyaris tanpa cela dalam menampilkan suasana di tahun 1960-an.
Buat yang awam dengan dunia iklan, serial ini tetep menarik. Sama aja kayak lo nonton Grey's Anatomy atau LA Law (jadul banget) yang berlatar belakang profesi. Kita akan semakin paham dengan lingkup kerja dan pergaulan mereka yang dinamis. Buat para insan periklanan, Mad Men pasti bisa bikin tergila-gila dan menjadi tolak ukur dalam membuat karya iklan. Sarat dengan dialog cerdas dan inspirasi untuk membuat iklan yang lebih baik. Come on, masa generasi milleniun kalah sama opa2 di tahun jebot?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar