Kamis, April 04, 2013

Weezer vs Yeah Yeah Yeahs


Apakah adil untuk membandingkan dua band ini? Ini seperti membandingkan antara musisi senior dan musisi junior. Antara sang legenda dan yang sedang merintis jadi legenda. Pastinya nggak apple to apple. Trus kenapa gue ngotot membandingkan mereka? Cause it’s bloody fun :P. 

Tentu ada beberapa kesamaan antara Weezer dan Yeah Yeah Yeahs yang bisa jadi parameter pembanding. Pertama, mereka sama-sama bergenre alternative rock alias indie rock. (Atau hipster rock? Julukan itu pas buat Yeah Yeah Yeahs, nah kalo Weezer mungkin proto-hipster rock, mengingat istilah hipster blum ada pada era kejayaan mereka.)

Kesamaan yang kedua adalah mereka menggelar konser di Jakarta dalam waktu yang berdekatan. Weezer pada 8 Januari dan Yeah Yeah Yeahs di 1 Februari 2013.

Weezer--walaupun gaungnya udah berkurang sekarang--masuk akal kalo mematok harga karcis yang lebih mahal: Regular Festival seharga Rp550ribu, Premium Festival Rp850ribu, dan VIP Rp1,2juta. Hanya saja, Lapangan D Senayan sebagai lokasi konser menjadi satu-satunya ganjalan untuk membayar tiket mahal-mahal. (kritik tentang lapangan D pernah gue singgung dalam artikel Konser Kontroversi Guns N’ Roses).

Yeah Yeah Yeahs--sebagai headliner di festival Love Garage 2013--harga presale tiketnya Rp375ribu, sementara harga regulernya Rp450ribu. Berlokasi di Plaza Ex, Love Garage juga menampilkan Homogenic, Rock N’ Roll Mafia, Agrikulture, BRNDLS, dan Ra Ra Riot. 

Dari sisi ekonomis, jelas Yeah Yeah Yeahs lebih unggul. Bayar segitu buat nonton band dan artis segambreng sambil ngecengin dedek-dedek hipster lucu? Sungguh amat pantas. Jadi, satu poin buat Yeah Yeah Yeahs.

Weezer
Kekuatiran gue akan kondisi lapangan D Senayan menjadi kenyataan. Pada hari H, lapangannya bechek parah setelah sebelumnya diguyur ujan. Beruntung gue udah siap dengan sepatu belel. Jadilah menonton Weezer dengan aroma “Woodstock”, alias lumpur dimana-mana.

Weezer memberi judul konsernya “Weezer performs their Greatest Hits set & The Blue Album from start to finish”. Jadi penonton udah bisa nebak kira-kira lagu apa aja yang akan dibawakan. 

Setelah Rivers Cuomo--dedengkot Weezer--berteriak, “Kami Weezer!”, mereka pun memainkan “I Want You Too” dari album Ratitude. Penonton langsung bersingalong. Pada sesi pertama ini, lagu-lagu hits lainnya yang dibawakan adalah “Troublemaker”, lagu favorit gue--”Perfect Situation”, “Beverly Hills”, “Dope Nose”, “Island In the Sun”, “Hash Pipe”, “Across The Sea”, “El Scorcho”, dan “Tired of Sex”. 

Rivers mengagetkan penonton Jakarta dengan menyelipkan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang nggak biasa diucapkan artis-artis bule yang datang ke Indonesia, seperti “konser ini akan menyenangkan”, “saya cinta kalian”, “sekali lagi!”, “teriak!” dan favorit gue: “sipp”,”mantapp!” yang diucapkan kalo penonton ikut ber-singalong atau menuruti perintahnya.  Gimmick yang patut diapresiasi karena walau cuma basa-basi, tapi perlu usaha yang nggak sedikit.

Setelah sesi pertama usai dan Weezer beristirahat di backstage, Karl Koch--teman Weezer sedari awal band tersebut berdiri--memainkan slide tentang kisah perjalanan Weezer. Dokumentasi band yang amat komplit, dijamin bikin band-band lokal pada minder. Yang menarik buat gue, ada artikel yang merivew konser awal Weezer. Disitu Weezer ditulis sebagai band peniru Nirvana yang jelek. Sembarangan banget tuh penulisnya, kayak blog ini :P

Backdrop panggung yang tadinya berupa tulisan “weezer” dengan background warna emas, kini berganti warna biru. Oh yeah...saatnya sesi Blue Album! Pada saat ini gue yakin yang teriaknya paling kenceng adalah mereka yang usianya 30 tahun ke atas.

Weezer memainkan lagu-lagu dari Blue Album sesuai urutan lagu di album tersebut, dari “My Name Is Jonas” sampai “Only In Dreams”. Pada sesi ini, para personil Weezer terlihat lebih menghayati permainannya, tanpa gurauan atau jeda yang terlalu lama. Cuma di lagu “Undone (The Sweater Song)” Rivers sedikit mengapresiasi Indonesia yang beragam dan luas, menyebutnya sebagai “the capital of the Weezer world”.

Penonton yang telah menunggu selama 18 tahun untuk kedatangan Weezer sebenarnya masih belum puas. Terdengar teriakan-teriakan “we want more” seusai Weezer membawakan “Only In Dreams”. Tapi tentu saja, kalo mereka memainkan encore, itu akan merusak konsep acara dan menjadi...nggak logis. “Selamat tinggal, sampai jumpa lagi...” kata Rivers terakhir kali.

Konsep pertunjukan yang menarik, performa personil yang masih keren, ditambah begitu ramahnya Rivers kepada penonton, seharusnya membuat konser ini luar biasa. Tapi sayang, bukan itu yang gue rasakan. Faktor paling mengganggu adalah sound system yang kurang nendang. Gue gak merasakan sama sekali sound gitar Weezer yang tebal, atau drum Pat Wilson yang menghentak. Semua sound terdengar tipis sekali (mungkin di barisan depan nggak demikian). Hal lain lagi yang mengurangi konser ini adalah pemilihan Lapangan D sebagai venue yang gue rasa nggak layak untuk band sekelas Weezer. Ditambah lagi, fans-fans loyal mereka kini cukup berduit dan udah males berlumpur-lumpur.

Yeah Yeah Yeahs
Seperti yang disebut di awal, Yeah Yeah Yeahs tampil sebagai headliner festival Love Garage 2013. Gue dateng kira-kira jam 8.30, saat BRNDLS (d/h Berandals) lagi main. Mereka tampil unik, berdandan seperti bencong dengan wig dan baju terusan. Tapi Eka--sang vokalis--terlalu sibuk jejingkrakan sampai mengorbankan kualitas vokalnya, jadi terdengar putus-putus.

Setelah sesi band-band electronic dan DJ "nggak jelas", akhirnya naiklah Ra Ra Riot, band yang mirip-mirip dengan Vampire Weekend tapi dengan permainan yang lebih ketat dan rapih. Dengan instrumen yang begitu banyak, mereka bisa mengatur sedemikian rupa sehingga nggak tumpang tindih.

Malam makin larut ketika layar di panggung menampilkan tulisan besar "Yeah Yeah Yeahs". Nick Zinner (gitaris), Brian Chase (drummer), dan Karen O (vokalis) pun muncul di panggung. Nick tentu saja dengan stiker "50 tahun Indonesia merdeka" di gitarnya, Brian Chase kini terlihat sangat gondrong dan berewokan, sementara Karen O tampil dengan kostum ajaib karya Christian Joy, sahabat sekaligus desainer kostumnya. 

Gue mengharap lagu yang menghentak dari Yeah Yeah Yeahs, seperti "Date With The Night", namun ternyata mereka memutuskan untuk memulai show dengan nomor yang mellow, "Runaway". Dan alhamdulillah--nggak seperti Weezer--sound yang keluar dari sound system nggak tipis. Malah terlalu keras, jadi agak pecah (apa sih mau gue? ;P). Buat band dengan sound "kotor" seperti Yeah Yeah Yeahs, hal seperti ini sah-sah aja.

Yeah Yeah Yeahs membawakan dua lagu baru dari album mereka yang akan datang--"Mosquito" dan "Earth". Nuansa garage rock masih cukup berasa di lagu "Mosquito", sementara "Earth" amat electronic. (Jadi bingung dengan konsep albumnya.)

Yang menjadi kejutan menyenangkan buat gue adalah saat mereka memainkan "Art Star", lagu yang ada di EP pertama mereka tahun 2001. Udah pasti, yang tau lagu ini cuma penggemar hardcore seperti gue. Ha! 

Secara performance, Yeah Yeah Yeahs tampil sesuai ekspektasi: Karen O yang paling atraktif dengan seringai anehnya diselingi tawa kecil dan sesekali menyemburkan air, Brian Chase menggebuk drum penuh improvisasi namun selalu in-time (mungkin dengan bantuan metronome dari headphonenya), dan Nick Zinner bergaya paling kalem tapi dengan sound gitar yang gahar. Sebenernya gue ngarepin Nick bakal basa-basi dikit dalam bahasa Indonesia seperti Rivers Cuomo di konser Weezer karena Nick diketahui suka dengan Indonesia. Kabarnya dia pernah belajar gamelan di Yogyakarta. Namun agaknya dia terlalu cool untuk itu.

Setelah lagu "Zero", para personil Yeah Yeah Yeahs pamit dan menghilang ke belakang panggung. Kontan saja, teriakan "we want more" membahana. Nggak lama, terdengar suara sampling gitar Nick yang khas. Ditambah tetabuhan drum Brian yang juga nggak kalah khas, penonton pun langsung tau kalo mereka akan memainkan lagu hits mereka, "Maps".

Karen O lalu berorasi:"Jakarta, Indonesia...thank you for waiting for us for thirteen years! We love you very much, especially Mr.Nick Zinner. That says i love Indonesia on his guitar", sambil menunjuk stiker "50 tahun Indonesia merdeka" di gitar Nick. 

"Date with the Night" dijadikan lagu pemungkas malam itu. Brian melepas headphone yang sedari awal dia pake dan lalu (sepertinya) bermain tanpa metronome. Cukup terasa, karena ketukannya jadi agak "off", tapi tetap asik lah.  

The verdict
Mungkin lo udah bisa nebak band mana yang jadi pemenang. That's right...it's Yeah Yeah Yeahs!!! Harga yang cocik, venue yang nyaman, sound yang nendang, dan performa yang gokil menjadi faktor yang mengantar Yeah Yeah Yeahs sebagai juara. Weezer --yang memang udah uzur, jelas susah untuk menyaingi performa Yeah Yeah Yeahs yang lebih muda, tapi seharusnya--minimal--mereka bisa tampil dengan sound yang lebih baik. Dan panitia seharusnya menyediakan venue yang lebih baik pula. Ditambah lagi, raibnya helm gue di parkiran Senayan (!) makin meyakinkan gue untuk menomorduakan Weezer.  Sipp??...mantap!








2 komentar:

Anonim mengatakan...

Menarik, izin share mas

Punkdhut mengatakan...

siapp