Jumat, Desember 28, 2012

The Act of Killing: Cermin untuk Indonesia, Persembahan Orang Amrik




Dalam mencari tema bahasan, kondisi sosial politik Indonesia yang carut-marut adalah surga bagi para pembuat film dokumenter. Tapi sayang, seperti halnya orang-orang yang bungkam kalo melihat atau mengalami kejahatan yang dilakukan para mafia, berbagai persoalan sosial politik tersebut jarang yang terangkat ke permukaan. Semuanya terkubur, cuma jadi “rahasia umum”.


Risiko keselamatan jiwa menjadi tantangan terbesar filmmaker Indonesia karena premanisme/praktek-praktek mafia masih bercokol di kekuasaan. Yang menjadi harapan pun tinggal para filmmaker Indonesia yang berani mati atau — yang lebih masuk akal — para filmmaker dari luar Indonesia.

Joshua Oppenheimer asal Amerika Serikat adalah salah seorang filmmaker yang berani menjawab tantangan itu. Karyanya yang berjudul The Act of Killing atau Jagal ini menyoroti peristiwa pembantaian anggota PKI di Medan, Sumatera Utara pada tahun 1965-1966 selepas G30S/PKI. Fokus film lebih banyak pada pribadi Anwar Congo, seorang preman bioskop yang direkrut penguasa kala itu untuk turut membantai PKI. Anwar dan rekan-rekannya sampai sekarang dihormati sebagai sesepuh organisasi Pemuda Pancasila.

Bukan sekedar bernyali, Joshua juga cerdas dalam mengemas The Act of Killing. Kalo lazimnya film dokumenter genosida lebih banyak memuat testimoni dari para korban atau keluarganya, Joshua berhasil membuat para pelaku genosida tersebut membangga-banggakan, bahkan memeragakan secara detail kekejaman yang mereka lakukan. Selain berangkat dari aspek psikologi bahwa pembunuh hebat cenderung ingin pamer, hal ini juga dimungkinkan karena pendapat umum di Indonesia yang masih terbelah. Beberapa masyarakat masih menganggap pelaku pembantaian sebagai pahlawan negara dari serangan Komunisme.

Anwar Congo melihat dirinya sebagai orang seni. Ia yang konon katanya punya tampang mirip Sidney Poitier ini selalu tampil perlente dan mahir berdansa cha-cha. Anwar juga gemar nonton film-film koboi yang dibintangi John Wayne dan film-film gangster seperti The Godfather. Maka Joshua menantang Anwar dan teman-temannya untuk mengisahkan pengalaman mereka dalam sebuah film yang ditulis, disutradarai, dan diperankan oleh mereka sendiri. Jadi selain menampilkan wawancara langsung dengan Anwar Congo dan rekan, The Act of Killing juga memperlihatkan potongan-potongan dan behind the scene dari film berjudul Arsan dan Aminah yang sedang mereka kerjakan.

Anwar cs membuat film itu dengan sepenuh hati, memasukkan segala elemen-elemen film yang mereka sukai. Bisa kita lihat Anwar Congo berbaju koboi, menggunakan kawat ala mafia untuk membunuh, dan di bagian akhir film kita disuguhkan adegan surga lengkap dengan bidadar-bidadarinya dimana Anwar diberikan medali oleh seorang anggota PKI yang dibunuhnya. Medali tersebut diberikan kepada Anwar sebagai lambang terima kasih karena telah membebaskan jiwanya (!).

Yang cukup mengganggu dari The Act of Killing — selain pengakuan dan kelakuan para jagal, tentunya — adalah kemunculan tokoh-tokoh masyarakat atau pejabat pemerintah yang ternyata adalah simpatisan Pemuda Pancasila. Ada seorang staf kementerian olahraga yang ikut berperan dalam film Arsan dan Aminah, kemudian ada Jusuf Kalla memberikan kata sambutan di sebuah kongres Pemuda Pancasila yang isinya memberi pembenaran kepada Pemuda Pancasila sebagai organisasi para "free men", alias orang-orang bebas yang dipercayakan pemerintah menjaga Pancasila.

Agaknya memang cuma orang bule seperti Joshua yang mampu membuat film segamblang ini (walaupun dibantu seorang co-director Indonesia dan banyak crew-nya adalah orang Indonesia yang demi keselamatan mereka ditulis sebagai anonim). Dengan cerdik ia berhasil menelanjangi keganasan (atau kenaifan?) para jagal PKI. Mungkin akan berbeda kalo film ini dibuat sepenuhnya oleh orang Indonesia, bisa jadi isinya akan "lebih santun".

Kita harus berterimakasih kepada Joshua yang telah memberikan cermin besar ke arah kita semua, memperlihatkan wajah Indonesia dengan masa lalunya yang coba kita kubur dalam-dalam. Masa lalu yang busuk, yang baunya menyengat kemana-mana.








1 komentar:

Turandot Parkejedot mengatakan...

Sila download The Act of Killing/Jagal di http://thepiratebay.sx/torrent/8518979 (1.5 GB) dan yang kecilan, tapi kualitas gambar tak sebagus yang satunya http://thepiratebay.sx/torrent/8519042 (700 MB).

Bagi mereka yang kesulitan mengunduh film ini dipersilakan menghubungi publisis film di email anonymous@final-cut.dk untuk mengatur pemutaran di komunitasnya dan mendapatkan DVD-nya.